Deprecated: File class-phpmailer.php is deprecated since version 5.5.0! Use wp-includes/PHPMailer/PHPMailer.php instead. The PHPMailer class has been moved to wp-includes/PHPMailer subdirectory and now uses the PHPMailer\PHPMailer namespace. in /home/mastanor/public_html/wp-includes/functions.php on line 6078
STUNTING SERTA PERANAN STANDAR MINUMAN DAN MAKANAN – Mastan

Masyarakat Standardisasi Indonesia

STUNTING SERTA PERANAN STANDAR MINUMAN DAN MAKANAN

STUNTING SERTA PERANAN STANDAR MINUMAN DAN MAKANAN

Pertumbuhan yang terhambat pada anak yang merupakan pertumbuhan fisik dan perkembangan anak yang terhambat secara kronis akibat kekurangan gizi, terutama pada periode seribu hari pertama kehidupan sejak konsepsi, secara umum disebut stunting. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kekhawatiran di banyak negara berkembang.

Stunting didefinisikan oleh UNICEF sebagai persentase anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi badan di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis), hal ini diukur dengan menggunakan standar pertumbuhan anak yang dikeluarkan oleh WHO.

Terkait kasus balita stunting, status Indonesia masih berada di urutan keempat dunia dan urutan kedua di Aisa Tenggara. Angka stunting di Indonesia pdada th 2022 masih lebih tinggi dibandingkan toleransi maksimal stunting yang ditetapkan WHO, yaitu kurang dari 20 persen.
(https://www.kompas.com/sains/read/2021/05/19/090300723/kasus-stunting-terbanyak-indonesia-tempati-urutan-keempat-dunia)

 

Permasalahan stunting terjadi mulai dari saat bayi dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun. Stunting juga dikaitkan dengan penyebab perkembangan otak yang tidak maksimal. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk pada anak. Stunting berlangsung dalam jangka panjang karena kombinasi dari beberapa atau semua faktor sebagai berikut:

  1. Kurang gizi kronis dalam waktu lama
  2. Retardasi pertumbuhan intrauterine
  3. Tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori
  4. Perubahan hormon yang dipicu oleh stres
  5. Sering menderita infeksi di awal kehidupan seorang anak.

(Sumber : (https://promkes.kemkes.go.id/?p=8486)

Mengatasi stunting, memerlukan pendekatan yang komprehensif dari berbagai sektor, termasuk kesehatan, gizi, pendidikan, dan pembangunan sosial-ekonomi. Berikut ini adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah stunting:

  1. Peningkatan gizi: Memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada ibu hamil dan anak-anak, termasuk asupan yang mencukupi dari zat gizi penting seperti protein, zat besi, dan vitamin A. Promosi pemberian ASI eksklusif dan makanan pendamping ASI yang tepat juga penting.
  2. Perbaikan sanitasi dan kebersihan: Meningkatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang aman dan mempromosikan praktik kebersihan yang baik, seperti mencuci tangan dengan sabun, dapat mengurangi risiko infeksi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan anak.
  3. Pendidikan kesehatan: Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya gizi yang baik, pemberian makan yang tepat, serta praktik kesehatan dan sanitasi yang benar.
  4. Pemberdayaan perempuan: Meningkatkan status sosial dan ekonomi perempuan melalui pendidikan, kesetaraan gender, dan pemberdayaan ekonomi dapat berkontribusi pada penurunan stunting.
  5. Kebijakan dan intervensi:  Implementasi kebijakan dan intervensi yang komprehensif oleh pemerintah, ter termasuk penguatan sistem kesehatan dan gizi, perlindungan sosial, dan program pemantauan pertumbuhan anak

(Sumber: https://chat.openai.com/?model=text-davinci-002-render-shaBottom) of Form

 

Bagaimana kondisi stunting dan strategi penanganan di Indonesia ?

Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) bahwa  prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2021 sebesar 24,4% , menurun menjadi 21,6% di tahun 2022. Presiden RI Joko Widodo mengatakan bahwa harus mencapai 14% pada th 2024 (https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/)

Untuk mencapai target tersebut pemerintah melakukan dua intervensi holistik yaitu intervensi spesifik  (30%) dan intervensi sensitif (70%). Intervensi spesifik adalah intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dan kepada ibu sebelum dan di masa kehamilan di sektor kesehatan. Sedangkan intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan dan merupakan kerja sama lintas sektor. Disampaikan oleh Menteri Kesehatan bahwa Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pelaksana percepatan penurunan angka stunting nasional akan mengoordinasikan upaya intervensi sensitiv tersebut dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait. Sedangkan Kementerian Kesehatan membantu  berkonsentrasi pada intervensi spesifik. (https://menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/inilah-upaya-pemerintah-capai-target-prevalensi-stunting-14-di-tahun-2024).

Kebijakan dan strategi Indonesia dalam menangani stunting, sudah memadai seperti yang disebutkan pada poin 1 sd 5 seperti tersebut di atas. Tinggal bagaimana implementasi dari kebijakan tersebut. Mari kita simak peraturan atau keputusan kementerian maupun standar yang terkait dalam menangani stunting.

Dari pernyataan Presiden yaitu bahwa angka stunting harus turun menjadi 14% pada th 2024, maka telah terbit beberapa peraturan perundangan antara lain yaitu:

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016 Tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Ruang lingkup peraturan adalah pemenuhan kecukupan gizi bagi bayi, balita, anak usia sekolah, wanita usia subur, ibu hamil, dan ibu nifas, melalui suplementasi gizi. Selanjutnya, setiap produk suplementasi gizi sebagaimana yang diatur dalam peraturan ini, yang beredar di Indonesia wajib memenuhi standar. Setiap produsen dalam memproduksi produk suplementasi gizi harus memenuhi standar. Standar produk suplementasi gizi dalam bentuk makanan tambahan dan bubuk tabur gizi meliputi:

  1. kandungan;
  2. bahan tambahan pangan, bagi makanan tambahan;
  3. cemaran mikroba dan logam berat;
  4. pengolahan; dan
  5. pengemasan dan pelabelan.

 

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Pangan Olahan Untuk Keperluan Gizi Khusus. Salah satu ruang lingkupnnya atara lain mengatur:

  1. Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (CPPOB) untuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu, yaitu:
  • MP-ASI Bentuk Biskuit dan Rusks.
  • MP-ASI Siap Masak.
  • MP-ASI Siap Konsumsi.
  • MP-ASI Bentuk lain.
  1. PDK (Pangan Olahan untuk Diet Khusus) untuk kelompok bayi dan anak, dapat berupa:.
  • Formula Bayi;
  • Formula Lanjutan;
  • Formula Pertumbuhan; dan
  • Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI);

 

  1. PDK untuk kelompok dewasa, atara lain dapat berupa:
  • Minuman Khusus Ibu Hamil dan/atau Ibu Menyusui;
  • Pangan untuk Kontrol Berat Badan.

 

  1. PKMK (Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus) untuk kelompok bayi dan anak, atara lain dapat berupa:
  • PKMK untuk Pasien Kelainan Metabolik (Inborn Errors of Metabolism);
  • PKMK untuk Dukungan Nutrisi bagi Anak Berisiko Gagal Tumbuh, Gizi Kurang atau Gizi Buruk;
  • PKMK untuk Bayi Prematur;
  • PKMK untuk Pelengkap Gizi Air Susu Ibu (Human Milk Fortifier);
  • PKMK untuk Pasien Alergi Protein Susu Sapi;
  • PKMK untuk Pasien Anak Kejang Intraktabel (Epilepsi);
  • PKMK untuk Pasien Malabsorpsi;

 

Dalam hal standar suplementasi gizi, BSN menerbitkan Peraturan Badan Standardisasi Nasional Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Standardisasi Nasional Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Skema Penilaian Kesesuaian Terhadap Standar Nasional Indonesia Sektor Makanan Dan Minuman. Peraturan BSN ini mengatur Skema Penilaian Kesesuaian terhadap SNI Sektor Makanan dan Minuman yang meliputi Skema Penilaian Kesesuaian untuk 101 produk makanan dan minuman, salah satunya adalah  makanan bayi dan anak.

 

Dari peraturan yang telah diberlakukan baik oleh Kementerian Kesehatan, BPOM maupun BSN, dapat dikatakan bahwa peraturan tersebut saling mendukung. Peraturan yang diberlakukan oleh Kementerian Kesehatan mewajibkan produk suplementasi gizi yang beredar di Indonesia wajib memenuhi standar. Sementara itu, BPOM mengatur pemenuhan persyaratan CPPOB untuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu; PDK (Pangan Olahan untuk Diet Khusus) untuk kelompok bayi dan anak, Minuman Khusus Ibu Hamil dan/atau Ibu Menyusui serta PKMK (Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus) untuk kelompok bayi dan anak. Sedangkan BSN mengatur Skema Penilaian Kesesuaian terhadap SNI untuk 101 produk makanan dan minuman, salah satunya adalah  makanan bayi dan anak. SNI produk makanan dan minuman mengatur persyaratan untuk keamanan produk yang ruang lingkupnya selaras dengan persyaratan yang diatur oleh Kementeria Perinndustrian maupun BPOM.

Oleh karena itu, dalam mengatasi stunting, sudah ada peraturan dan SNI yang dapat diacu, bahkan untuk peraturan yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan dan BPOM wajib untuk ditaati serta dukungan infrastruktur penilaian kesesuaian dari BSN

 Tulisan  tentang stunting ini semoga bermanfaat bagi pemangku kepentingan yang memiliki perhatian terhadap masalah kekurangan gizi pada anak. Pemangku kepetingan atau masyarakat dapat memanfaatkan peraturan maupun SNI  tersebut sebagai acuan ketika meracang dan melaksanakan program untuk mengatasi stunting. Bagi kalangan industri makanan dan minuman, yang terutama untuk bayi dan anak, atau produk MP-ASI dapat meggunakannya sebagai panduan dalam proses prodksinya, karena sudah ada skema sertifikasi untuk SNI produk makanan dan minuman.

 

Diakses : 857 kali

admin

View more posts from this author